Perkembangan FH UMM
Universitas Muhammadiyah Malang menggandeng Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk mengawal penegakan HAM, khususnya di wilayah Jawa Timur (Jatim).
Dekan Fakultas Hukum (FH) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Dr Sulardi, Jumat (27/6), mengemukakan penandatanganan kerjasama ini sudah dilakukan dan berlaku selama dua tahun.
Bentuk kerjasama tersebut diantaranya membuat "Focus Group Discussion" (FGD) dengan melibatkan akademisi FH UMM serta sejumlah aktivis hukum dan HAM secara rutin.
"Meningkatnya praktik pelanggaran HAM dari tahun ke tahun di berbagai daerah membuat kami terketuk untuk turut serta mengawal penegakan HAM di Jatim. Dan, untuk mengawal dan menangani berbagai persoalan HAM di Indonesia, khususnya di Jatim perlu kerja sama, Komnas HAM tidak bisa berjalan sendiri dan UMM pun juga tidak bisa jalan sendiri,” jelasnya.
Sementara, Ketua Komnas HAM Prof Dr Hafid Abbas menyebutkan menurut UNESCO (organisasi PBB yang membidangi pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan), tugas utama kampus adalah mencari kebenaran ilmiah untuk kepentingan kemanusiaan, keadaban dan perdamaian. Apalagi, UMM adalah salah satu kampus terbaik di Indonesia yang mendapat akreditasi institusi A.
Berdasarkan data Komnas HAM, pelanggaran HAM yang terjadi selama 16 tahun terakhir atau setelah berlangsungnya reformasi 1998, ada empat aktor utama pelanggaran HAM, yaitu polisi 30 persen, korporasi 26 persen, pemerintah daerah (Pemda) 17 persen, dan jaksa 15 persen.
Menurut dia, seringkali terjadi konspirasi antara sejumlah elemen tersebut, misalnya, terdapat berbagai kasus yang melibatkan kongkalikong antara pengusaha yang mewakili korporasi dan pejabat Pemda.
"Lebih dari itu, untuk memuluskan aksi mereka, polisi pun ikut dilibatkan, inilah fakta di lapangan," tegas Hafid.
Untuk membahas langkah-langkah yang akan dilakukan, penandatangan kerjasama tersebut langsung ditindaklanjuti FGD yang melibatkan akademisi FH UMM serta sejumlah aktivis hukum dan HAM. FGD dipimpin langsung oleh Ketua Komnas HAM dan dosen Pascasarjana UMM Prof Dr Syamsul Arifin MSi.
Pada sesi FGD, Syamsul banyak memaparkan hasil risetnya tentang sejumlah pelanggaran HAM di berbagai daerah di Jawa Timur. Syamsul memotret, keragaman agama dan budaya mempengaruhi perbedaan perilaku sosial yang jika tidak dikelola dengan baik, bisa menimbulkan konflik dan pelanggaran hak asasi.
Selain perbedaan agama, lanjut Syamsul, juga terdapat perbedaan budaya yang secara sederhana diwakili subbudaya Madura, Arek, Osing, dan Mataraman.
"Pelanggaran HAM terkait perbedaan budaya dan agama juga perlu menjadi perhatian bersama karena bisa melibatkan jumlah massa dalam skala besar," kata Syamsul.
Sumber
Komentar
Posting Komentar